Temuan BPK di Tubabar, KPKAD : Polisi dan Jaksa Harus Lidik
BANDARLAMPUNG :
Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) menyatakan temuan
BPK di Tulangbawang Barat, adalah pintu masuk pekerjaan system hukum
pidana, dimana sudah ada alat bukti petunjuk yang mengarah pada dugaan
telah terjadinya tindakan pidana.
“
Oleh karenanya, baik kejari Menggala maupun kepolisian setempat harus
segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan pidana
korupsi di Dinas PU dan Dinkes,” kata Ketua Presidium KPKAD, Ginda
Ansori, Selasa (15/3).
Berdasarkan
Undang-undang Tipikor 31 tahun 1999 junto UU 20 tahun 2001
mengembalikan kerugian negara tidak menghilangkan sifat pidana . Bahwa
berdasarlan pasal 4 pengembalian kerugian Negara dan perekonomian Negara
tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 dan 3.
“ oleh karena harus diusut sampai tuntas,” kata dia.
Sebelumnya,
Mahasiswa Transparansi Lampung (MATALA) mendesak aparat penegak hukum
baik Polda maupun Kejati menyikapi adanya temuan dalam LHP BPK terkait
adanya indikasi kerugian Negara dalam pembangunan dua proyek di
Kabupaten Tulangbawang Barat.
“ Temuan itu jelas dan bisa ditindaklanjuti penegak hukum,” ujar direktur MATALA, Carles Sinatra, Senin (14/3).
Menurut
Carles, temuan dalam LHP BPK itu mengindikasikan adanya kerugian Negara
akibat dari proyek di dua dinas di kabuapten Tubaba.
“
Jika lembaga yang kredibel sudah memutuskan ada kerugian Negara, maka
wajib hukumnya para pengeak hukum mengambil langkah kongkrit, segera
lakukan penyelidikan,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, pembangunan gedung di dua SKPD
yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan pada pembangunan gedung
melalui APBD tahun 2014 kabupaten setempat terindikasi merugikan
keuangan negara sekitar Rp 721.082.138,86.
Proyek
ini tak tersentuh hukum tipikor sehingga “sang tikus” bebas melahap
uang negara.Tak beda jauh dengan tragedi tahun 2014, khusus dinas PU,
aroma “setoran” untuk pengantin paket proyek di tahun 2015 pun merebak
busuk.
Setidaknya,
inilah ungkapan Ketua Umum Laskar Pemuda Indonesia (Lapindo) dan
Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (eLSAM) , Minggu (13/3).
“Proyek
bangunan gedung oleh dinas pu dan dinkes, kami nilai bukan sekedar
kesalahan administrasi tapi masuk ranah tipikor. Syarat-syarat bagi
adanya tipikor pada proyek bangunan gedung tak bisa disangkal lagi.
Kepala dinas, ppk pada kedua dinas tersebut layak dijebloskan ke
penjara. Inilah potret tipikor era kepemimpinan Umar Ahmad selaku Bupati
Tuba Barat,”kata Ketua Lapindo Bung Aprian
Ia
menuturkan, setidak ada 4 perusahaan yang kongkalingkong dengan Dinas
PU sehingga proyeknya merugikan negara sebesar Rp531.815.557,96, yaitu:
CV AK sebesar Rpl34.817.864,87; CV TKA sebesar Rpl47.904.033,64; CV
TI sebesar Rpl75.842.588,64; dan CV GJS sebesar Rp73.251.070,81;
“Keempat perusahaan terindikasi sengaja melaksanakan proyek tidak sesuai dokumen kontrak,”ujar Bung Aprian.
Pada
LHP BPK RI Perwakilan Lampung Nomor 24C/LHP/XVIII.BLP/5/2015 tanggal 18
Mei 2015 disebutkan bahwa Pekerjaan Pembangunan Gedung Kantor
Disdukcapil di Kecamatan
Panaragan
Jaya dilaksanakan oleh CV AK, dengan Kontrak Nomor
600/09/KONTRAK/PU/TBB/IV/2014 tanggal 4 April 2014 sebesar
Rp2.731.781.000,00. Jangka waktu pelaksanaan selama 240 hari kalender
(07 April s.d. 3 Desember 2014) dan masa pemeliharaan selama 180 hari
kalender.
Menurut
BPK RI, pekerjaan fisik telah dinyatakan selesai 100%, berdasarkan
Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan (PHO) Nomor 600/09/BAPHO/
PU/TBB/XII/2014 tanggal 3 Desember 2014. Pekerjaan telah dibayar sebesar
Rp2.458.602.900,00 (90%), terakhir dengan SP2D Nomor 3895 tanggal 30
Desember 2014.
Pada
Pekerjaan bekisting beton Dalam analisa harga satuan kontrak atas
pekerjaan bekisting beton pada analisa harga satuan CI (bekisting sloof,
kolom praktis, ring balok), C2 (bekisting kolom), C3 (bekisting balok)
C4 (bekisting plat lantai) dan C5 (bekisting tangga), diketahui bahwa di
dalam rencana anggaran biaya (RAB) pada kontrak telah memperhitungkan
komponen kayu kelas III (papan) dan plywood tebal 9 mm dengan koefisien
sesuai analisa Standar Nasional Indonesia (SNI).
Hasil
analisis dan pengujian di lapangan oleh BPK RI Perwakilan Lampung,
menunjukkan bahwa kedua komponen bahan tersebut memiliki fungsi yang
sama, yaitu bila papan yang digunakan maka plywood tebal 9 mm tidak
diperlukan atau sebaliknya, bila plywood tebal 9 mm yang digunakan maka
papan tidak diperlukan.
Hal
tersebut terbukti bahwa pihak rekanan hanya menggunakan plywood dan
tidak menggunakan papan sebagai komponen bekisting. Akibatnya, Negara
dirugikan sebesar Rpl24.959.067,96 pada bekisting untuk pekerjaan beton
bertulang.
Terkait
LHP BPK RI Perwakilan Lampung, Ketua Lapindo menegaskan sebaiknya Polda
Lampung melalui Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Subdit III
harus melakukan penyidikan.
“Alangkah
baiknya jika Dirkrimsus Subdit III merupakan bagian yang berwenang
untuk mengusut masalah itu. Merujuk pada Pasal 184 KUHP . Polda Lampung
jangan membeda-bedakan dalam menegakkan hukum. Apa lagi kegiatan yang
menyalahi hukum sehingga berujung pada korupsi,” ujar Bung Aprian.
Hal
yang patut dicermati Polda Lampung, proyek pembangunan Sesat Agung
Tahap I senilai Rp 11,5 Miliar dan Pembangunan Masjid Agung Islamic
Center Tahap I senilai Rp 16,5 Miliar. “Ini proyek sangat bernuansa KKN.
Indikasi adanya ‘skandal’ dalam tender dua proyek ini terlihat dari
beberapa hal.
Pertama,
dua proyek ini dimenangkan oleh satu perusahaan yakni PT. Ratu Citra
Bahari. Perusahaan ini memenangkan proyek Pembanguan Sesat Agung Tahap I
senilai Rp11,5 Miliar dengan harga penawaran Rp 11,467 Miliar. Untuk
proyek Pembangunan Masjid Agung Islamic Center Tahap I senilai Rp 16,5
Miliar dimenangkan dengan harga penawaran Rp 16,454 Miliar.
Lanjut
Aprian, padahal, peserta tender dua proyek ini mencapai 35
perusahaan.Kedua, PT Ratu Citra Bahari memenangkan tender dua proyek itu
hanya dengan penawaran kurang dari satu persen dari pagu anggaran.
Kondisi yang sama juga terjadi pada perencanaan dan pengawasan kedua
proyek ini.
Seperti
Pengawasan teknis Pembangunan Sesat Agung senilai Rp230 juta yang
dikerjakan CV. Gupeta Wira Utama dengan harga negosiasi Rp227 juta atau
hanya turun Rp3 juta. Perencanaan Pembangunan Sesat Agung Rp175 juta
dikerjakan CV. Adika Konsultan dengan Harga Negosiasi Rp 173 juta atau
hanya turun Rp2 juta.
“Ayolah, institusi hukum bergerak jangan tebang pilih,”pungkas Aprian.( r)
Posting Komentar