Media Massa Bungkam: Ini Cara Licik Biro Humas Lampung ‘Ngakali’ APBD
Ada proses pembiaran berlarut menyikapi kerja sama advetorial Biro
Humas Lampung dan media massa. Khususnya, soal nilai rupiah ADV yang
tidak sesuai dengan angka yang tertera pada Bukti Kas Pengeluaran.
BANDARLAMPUNG – Anggaran advertorial Pemprov Lampung 2016/2017 yang menggunakan dana APBD dan dikelola Biro Humas Setdaprov Lampung, terindikasi terjadi mark-up.
Uniknya, dugaan korupsi itu berhasil disembunyikan lewat cara ‘licik’. Yakni, dengan menyiasati kontrak kerja sama antara Biro Humas dengan sejumlah media massa.
Beberapa pengelola media massa cetak terbitan lokal saat ditanyai Poros Lampung, beberapa waktu lalu, mengakui kalau mereka tidak diberi lembar kontrak kerja sama pemuatan advertorial dengan Biro Humas.
“Kalau untuk kontrak kerja pemasangan advertorial, kami tidak diberi copy-annya. Tapi untuk kontrak berlangganan koran, copy-nya ada,” ujar seorang pemimpin perusahaan salah satu koran lokal itu.
Saat penandatanganan kontrak pun, kata dia, nilai rupiah advertorial sebenarnya –sesuai versi Biro Humas- tidak diketahui.
“Nilai rupiah yang diberitahukan kepada kami, hanya secara lisan,” kata dia.
Dicontohkan, media massa tempatnya bekerja menerima anggaran advertorial kegiatan Gubernur Lampung untuk sekali terbit Rp1,3 juta.
Namun, diakuinya pula, dalam kuitansi pembayaran yang dikeluarkan Kabag Humas tertera angka Rp3 juta.
“Bahkan ada yang nilainya Rp4 juta,” jelasnya.
Lemahnya posisi tawar media massa ini, seakan ‘membenarkan’ proses administrasi Biro Humas tersebut.
Anehnya pula, pengelola media membiarkan indikasi korupsi APBD Lampung ini terus terjadi.
Kalaupun mereka protes, uneg-uneg tersebut hanya disampaikan dalam pembicaraan informal antarsesama pengelola media.
Ketua Presidium Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, Ansori menyatakan, indikasi penggelembungan anggaran media massa ini sebenarnya sudah lama terdengar.
Hanya saja, menurut dia, persoalan tersebut tidak pernah transparan.
“Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan pun tidak transparan,” kata Ansori melalui sambungan telepon, Senin (3/7/2017).
Ansori minta, agar dilakukan audit atas pengelolaan anggaran publikasi Biro Humas Setdaprov Lampung tersebut.
“BPK harus cermat lakukan pemeriksaan, mengingat indikasi ini sudah sangat lama terjadi,” ungkap dia.
Sementara itu, hak jawab yang dilayangkan Kabag Humas pada Biro Humas Setdaprov Lampung, Heriyansyah kepada Poros Lampung melalui pesan singkat SMS, kemarin, meng-klaim bahwa Humas tidak pernah memberikan kuitansi kosong, sebagaimana diberitakan sebelumnya.
Namun, kata Heri, nilai rupiah yang dimuat itu sesuai dengan order masing-masing media, sesuai kontrak.
Nah, ini bisa dibayangkan. Jika proses kontrak kerja samanya saja dilumuri debu tidak transparan, lantas bagaimana media massa bisa membela haknya?
Berkenaan dengan anggaran publikasi media massa pula, beberapa waktu lalu, LSM Genta Lampung Timur pernah melaporkan Anggaran Peningkatan Publikasi melalui Media Cetak 2015 senilai Rp300 juta, yang dikelola Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lampung Timur kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukadana.
Sedangkan permasalahannya yang terjadi, advertorial dari Dishubkominfo yang dibayarkan kepada media massa tidak sesuai dengan angka yang tertera pada Bukti Kas Pengeluaran (BKP). (Tim)
BANDARLAMPUNG – Anggaran advertorial Pemprov Lampung 2016/2017 yang menggunakan dana APBD dan dikelola Biro Humas Setdaprov Lampung, terindikasi terjadi mark-up.
Uniknya, dugaan korupsi itu berhasil disembunyikan lewat cara ‘licik’. Yakni, dengan menyiasati kontrak kerja sama antara Biro Humas dengan sejumlah media massa.
Beberapa pengelola media massa cetak terbitan lokal saat ditanyai Poros Lampung, beberapa waktu lalu, mengakui kalau mereka tidak diberi lembar kontrak kerja sama pemuatan advertorial dengan Biro Humas.
“Kalau untuk kontrak kerja pemasangan advertorial, kami tidak diberi copy-annya. Tapi untuk kontrak berlangganan koran, copy-nya ada,” ujar seorang pemimpin perusahaan salah satu koran lokal itu.
Saat penandatanganan kontrak pun, kata dia, nilai rupiah advertorial sebenarnya –sesuai versi Biro Humas- tidak diketahui.
“Nilai rupiah yang diberitahukan kepada kami, hanya secara lisan,” kata dia.
Dicontohkan, media massa tempatnya bekerja menerima anggaran advertorial kegiatan Gubernur Lampung untuk sekali terbit Rp1,3 juta.
Namun, diakuinya pula, dalam kuitansi pembayaran yang dikeluarkan Kabag Humas tertera angka Rp3 juta.
“Bahkan ada yang nilainya Rp4 juta,” jelasnya.
Lemahnya posisi tawar media massa ini, seakan ‘membenarkan’ proses administrasi Biro Humas tersebut.
Anehnya pula, pengelola media membiarkan indikasi korupsi APBD Lampung ini terus terjadi.
Kalaupun mereka protes, uneg-uneg tersebut hanya disampaikan dalam pembicaraan informal antarsesama pengelola media.
Ketua Presidium Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, Ansori menyatakan, indikasi penggelembungan anggaran media massa ini sebenarnya sudah lama terdengar.
Hanya saja, menurut dia, persoalan tersebut tidak pernah transparan.
“Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan pun tidak transparan,” kata Ansori melalui sambungan telepon, Senin (3/7/2017).
Ansori minta, agar dilakukan audit atas pengelolaan anggaran publikasi Biro Humas Setdaprov Lampung tersebut.
“BPK harus cermat lakukan pemeriksaan, mengingat indikasi ini sudah sangat lama terjadi,” ungkap dia.
Sementara itu, hak jawab yang dilayangkan Kabag Humas pada Biro Humas Setdaprov Lampung, Heriyansyah kepada Poros Lampung melalui pesan singkat SMS, kemarin, meng-klaim bahwa Humas tidak pernah memberikan kuitansi kosong, sebagaimana diberitakan sebelumnya.
Namun, kata Heri, nilai rupiah yang dimuat itu sesuai dengan order masing-masing media, sesuai kontrak.
Nah, ini bisa dibayangkan. Jika proses kontrak kerja samanya saja dilumuri debu tidak transparan, lantas bagaimana media massa bisa membela haknya?
Berkenaan dengan anggaran publikasi media massa pula, beberapa waktu lalu, LSM Genta Lampung Timur pernah melaporkan Anggaran Peningkatan Publikasi melalui Media Cetak 2015 senilai Rp300 juta, yang dikelola Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lampung Timur kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukadana.
Sedangkan permasalahannya yang terjadi, advertorial dari Dishubkominfo yang dibayarkan kepada media massa tidak sesuai dengan angka yang tertera pada Bukti Kas Pengeluaran (BKP). (Tim)
Posting Komentar