Diperlakukan Tak Manusiawi Karena Miskin
Oleh : Gindha Ansori Wayka
Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung
Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung
PADA saat membaca sebuah
link berita online ternama di Provinsi Lampung, darah ini seperti
mendidih, air mata tak kuasa menetes deras dan dada rasanya bergemuruh
setelah menyaksikan seorang ibu yakni Ny. Delvasari warga Gedung Nyapah,
Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara yang menggendong jenazah anaknya
di dalam sebuah angkutan Kota (Angkot) jurusan Rajabasa Bandar Lampung.
Kondisi yang tak lazim ini
sangat memilukan tatkala banyak “huru-hara” dari Pemerintah termasuk
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tentang program kesehatan gratis yang
semu. Saat menyaksikan sang ibu dengan menggendong jenazah bayinya yang
ditutup kain seolah memaksa kita untuk berbagi dosa dari penyelenggara
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul Moeloek (RSUD Dr.H.
Abdul Moeloek) yang diduga lalai dalam bekerja.
Di dalam naskah batang
tubuh berdirinya bangsa ini yakni Undang-Undang Dasar 1945 beserta
amandemennya dibahas tentang hak asazi manusia diantaranya hak dalam
bidang kesehatan, sebagaimana ketentuan Pasal 28H UUD 1945 ayat (1) yang
menjelaskan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu di dalam Pasal
28H UUD 1945 ayat (2) juga dijelaskan penguatan atas ayat sebelumnya
dimana setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
Dari penjelasan pasal di
atas jelas sekali bahwa negara hadir dalam urusan kesehatan rakyatnya
guna melindungi kepentingan Negara dalam hal pentingya rakyat yang
sehat, akan tetapi menjadi pertanyaan mengapa Negara kadang tidak hadir
atau sengaja dininabobokan tatkala berkaitan dengan sesuatu yang penting
diantaranya perlakuan khusus dan kesempatan serta manfaat yang sama.
Dugaan oknum sopir ambulan
RSUD Dr.H. Abdul Moeloek yang meminta 2 (dua) Juta rupiah untuk biaya
ambulan dan alasan ketidaksamaan identitas oleh perawat menjadi alasan
pemantik “riuh gemuruh bobroknya” dugaan pelayanan Rumah Sakit ternama
di Bandar Lampung ini.
Secara manusiawi, setiap
kita jika mengalami musibah pasti situasinya panik dan harus segera
mengambil tindakan agar cepat teratasi masalahnya. Apalagi kejadiannya,
sang ibu sudah duduk di dalam Ambulan lalu turun lagi karena
administrasi yang berbeda dan tak jadi naik ambulan kembali karena
diduga dimintai 2 (dua) juta rupiah adalah sikap yang tidak manusia,
meski keduanya dinonjobkan oleh atasannya tetapi apakah corengan dosa
yang kita alami sebagai bagian dari masyarakat Lampung akan hilang
begitu saja akibat kelalalain pemimpinnya?
Kondisi ini menjadi
tamparan keras bagi Pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Lampung,
dimana sebagai rumah sakit rujukan utama se Kabupaten/Kota di Lampung
tidak mampu memberikan kesan pelayanan yang mumpuni, diduga ada
pegawainya tidak menunjukkan profesionalitas dalam bekerja dan diduga
pula pimpinannya baik Direktur Utama, maupun direktur-direktur sibuk
soal-soal bangunan infrastruktur, namun melalaikan pentingnya pelayanan
prima di rumah sakit terkemuka di Lampung ini. Kadang miris masyarakat
mengeluh terkait program-program diantaranya BPJS yang kadang diduga tak
berfungsi secara maksimal dalam mengcover kebetuhan untuk sehat
seseorang, meski rakyat yang sehat juga turut membantu dengan membayar
iuran setiap bulannya.
Kadang gundah juga, ketika
gaungnya kesehatan gratis, dimana gratisnya kira-kira, sepengetahuan
kita bahwa gratis itu benar-benar “free”, lha kalau bayar setiap
bulannya dengan iuran BPJS apa dapat dikatakan “gratis” ini bidang
kesehatan. Sama halnya dalam bidang pendidikan, katanya gratis, jadi
bingung “gratisnya” sebelah mana? Atau ini program “hoax” karena rakyat
nyata bayar untuk kesehatan dan bayar untuk pendidikan.
Apapun alasannya, jika tak
bermasalah dalam perlakuan, mungkin sang ibu yang membawa jenazah
bayinya tidak akan berada dalam angkot dan tidak akan menangisi
kodratnya terlahir sebagai orang miskin. Apa mesti kita merongrong Tuhan
untuk menolak dilahirkan miskin? karena kadang kita diperlakukan tak
manusiawi ketika hidup miskin, meski Negara yang kaya ini telah menebar
manfaat alam kejayaannya untuk membiayai gaji dan upah mereka atas nama
Negara yang kadang tak pernah hadir saat tak memahami bahwa mereka
sedang bertugas disektor pelayanan Negara.
RSUD Dr.H. Abdul Moeloek
bukan hanya soal terpaan rendahnya pelayanan saja, tetapi kadang menjadi
sorotan karena diduga proses pembangunan infrastrukturnya diduga
menjadi sarang korupsi, disamping itu juga pernah terlintas diberita
bahwa Pegawai Harian Lepas RSUD Dr.H. Abdul Moeloek hanya digaji dua
ratus lima puluh ribu perbulan untuk sebuah tuntutan pelayanan kesehatan
yang prima.
Dengan uraian di atas,
sudah jelas muaranya bukan hanya soal kegagalan arus bawah saja, tetapi
pimpinannya juga harus bertanggungjawab karena telah memberikan andil
dalam membuat Provinsi Lampung menjadi malu. Kita harus lebih malu
kedepan jika kita tidak bisa memberikan perubahan dan peningkatan
pelayanan kesehatan yang prima setelah ada kejadian yang memilukan ini
terjadi.(*)
Posting Komentar